Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan pada tahun 2014 lalu, MPR RI sukses melakukan terobosan hukum menghadirkan Sidang Tahunan MPR RI melalui Konvensi Ketatanegaraan. Pada tahun 2022 ini, MPR RI akan kembali melakukan terobosan hukum menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan bentuk hukum berupa Ketetapan MPR RI melalui konvensi ketatanegaraan.
Dalam konsepsi negara demokrasi, penerapan konvensi ketatanegaraan merupakan hal yang lazim sebagai rujukan hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan kaidah-kaidah hukum perundang-undangan, atau hukum adat ketatanegaraan, serta mengisi kekosongan hukum formil yang baku.
"Hakikat konvensi ketatanegaraan tergambar pada Bagian Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelum dilakukan perubahan atau amendemen. Dinarasikan bahwa, Undang-Undang Dasar suatu negara, ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu, berlaku juga hukum yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis," ujar Bamsoet usai konferensi pers persiapan Sidang Tahunan MPR RI 2022, di Jakarta, Senin (15/8/22).
Turut hadir antara lain Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Syariefuddin Hasan dan Arsul Sani.
Ketua DPR RI ke-20 sekaligus mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, secara aklamasi menerima hasil kajian substansi dan bentuk hukum PPHN yang dihasilkan oleh Badan Pengkajian MPR RI. Idealnya PPHN diatur dalam Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas terhadap konstitusi. Namun melihat dinamika politik yang berkembang, perubahan terbatas tersebut sulit untuk direalisasikan, sehingga disepakati untuk menghadirkan PPHN tanpa perubahan terbatas konstitusi, tetapi mengupayakan melalui konvensi ketatanegaraan.
"Untuk menindaklanjuti kajian substansi dan bentuk hukum PPHN tersebut, pada awal September 2022 MPR akan menyelenggarakan Sidang Paripurna, dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR yang nantinya akan bertugas mempersiapkan bahan sidang dan menyusun rancangan Keputusan MPR. Jika disepakati, putusan mengenai PPHN akan dituangkan dalam bentuk Ketetapan MPR melalui konvensi ketatanegaraan, sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, dengan demikian MPR RI periode saat ini memiliki harapan untuk menuntaskan Rekomendasi MPR tentang PPHN, yang telah melewati dua periode keanggotaan MPR (2009-2014 dan 2014-2019). Lebih penting lagi, dengan adanya PPHN, maka Indonesia akan memiliki peta jalan pembangunan yang memberi arah pencapaian tujuan negara, dengan mempertemukan nilai-nilai Pancasila dengan aturan dasar yang diatur dalam Konstitusi.
"PPHN yang menjadi acuan pembangunan jangka panjang, disamping harus memiliki kekuatan mengikat, juga harus memiliki kedudukan legalitas yang tepat. Di satu sisi, tidak dalam bentuk undang-undang yang mudah digugat melalui judicial review ke MK, atau ditorpedo dengan PERPPU. Di sisi lain, tidak juga dalam bentuk pasal-pasal Konstitusi yang akan sulit dilakukan perubahan, mengingat PPHN harus mampu menangkap dinamika zaman. Artinya, bentuk hukum yang paling ideal adalah diatur dalam Ketetapan MPR," pungkas Bamsoet.