Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Komisi III DPR Prihatin 2 Jenderal Polisi Berebut Uang Suap Djoko Tjandra

Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo disebut berebut jatah uang suap penghapusan Red Notice terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Hal itu terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Komisi III DPR RI merasa prihatin dengan kelakuan pati Polri tersebut. "Kami di Komisi III prihatin dengan apa yang diungkapkan dalam surat dakwaan JPU dalam kasus kedua Pati Polri tersebut," kata Anggota Komisi III DPR fraksi PPP Arsul Sani, saat dihubungi Tribunnews, Selasa (3/11/2020).

Di sisi lain, Komisi III DPR mengapresiasi Pimpinan Polri yang berkomitmen menegakkan hukum terhadap Patinya yang terlibat kasus hukum.

"Meski di sisi lain kami mengapresiasi Pimpinan Polri yang komitmennya untuk menegakkan hukum terhadap Patinya sekalipun benar-benar dilaksanakan," ucap Arsul.

Arsul berharap, semua carut-marut kasus Djoko Tjandra bisa terungkap semuanya di persidangan. "Oleh karena itu baik majelis hakim, JPU maupun penasihat hukumnya ya ikut menggali sejauh mana urusan suap ini mengalir," pungkas Wakil Ketua MPR RI itu.

Diberitakan sebelumnya, Djoko Tjandra mengeluarkan Rp 17 miliar lebih agar lolos dari hukuman 2 tahun penjara.

Djoko Tjandra didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Total uang yang dikeluarkan lebih dari Rp 15 miliar.

Selain itu, Rp 2,1 miliar diberikan Djoko Tjandra ke perantara suap, yaitu Tommy Sumardi. Total keseluruhan uang yang dikeluarkan Djoko Tjandra lebih dari Rp 17 miliar.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020), juga terungkap suap Djoko Tjandra ”diperebutkan” dua jenderal tersebut.

Suap berawal dari Prasetijo yang mengenalkan Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte, saat itu Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Tommy Sumardi merupakan rekanan Djoko Tjandra yang dimintai bantuan mengurus penghapusan red notice Interpol dan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

”Untuk mewujudkan keinginan Joko Soegiarto Tjandra, pada 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui Whatsapp berisi file surat dari saudara Anna Boentaran, istri Djoko Tjandra. Brigjen Prasetijo meneruskan file tersebut kepada Brigadir Fortes. Prasetijo memerintahkan Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter. Setelah selesai diedit, Fortes mengirimkan kembali file tersebut untuk dikoreksi Prasetijo. File konsep surat kemudian dikirimkan Prasetijo kepada Tommy Sumardi,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Urusan belum selesai, Prasetijo kemudian mengenalkan Tommy Sumardi pada Irjen Napoleon Bonaparte.

Dalam pertemuan itu, Napoleon mengatakan red notice Djoko Tjandra bisa dibuka asal disiapkan Rp 3 miliar.

”Dalam pertemuan, terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh Napoleon dijawab '3 lah (Rp 3 miliar) ji,” kata jaksa.

Tommy Sumardi lalu melaporkan hal itu ke Djoko Tjandra yang dibalas langsung dengan mengirimkan 100 ribu AS. Setelahnya Tommy Sumardi mengantarkan uang itu ke Napoleon ditemani Prasetijo.

”Setelah Tommy Sumardi menerima uang tunai sejumlah 100 ribu dolar AS dari Joko Soegiarto Tjandra, pada 27 April, Tommy Sumardi bersama terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menuju kantor Divhubinter untuk menemui dan menyerahkan uang itu kepada Irjen Napoleon Bonaparte,” kata jaksa.

”Dalam perjalanan, di mobil terdakwa, Brigjen Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian terdakwa mengatakan 'banyak banget ini ji buat Beliau? buat gue mana?” ungkap jaksa.

”Saat itu uang dibelah dua oleh terdakwa dengan mengatakan 'ini buat gue, nah ini buat Beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi 2,” sambungnya. Tommy Sumardi pun hanya membawa 50 ribu dolar AS untuk Napoleon. Uang itu akhirnya ditolak Napoleon.

”Tommy Sumardi menyerahkan sisa uang yang ada 50 ribu dolar AS, namun Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'ini apaan nih segini, nggak mau saya. Naik Ji jadi 7 Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan Beliau dan berkata 'petinggi kita ini'. Selanjutnya pukul 16.02 WIB, Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo dengan membawa tas kertas warna gelap meninggalkan Gedung TNCC Mabes Polri,” tutur jaksa.

Keesokan harinya, Tommy Sumardi memberikan uang secara bertahap ke Napoleon, yaitu 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.

Napoleon pun memproses penghapusan Red Notice Interpol dan DPO Djoko Tjandra dalam hitungan hari. Setelah semua beres, Prasetijo menelepon Tommy Sumardi.

Jaksa menyebut sambungan telepon itu berkaitan dengan jatah. ”Terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo menghubungi Tommy Sumardi melalui telepon dengan mengatakan, 'Ji, sudah beres tuh, mana nih jatah gue punya' dan dijawab oleh Tommy Sumardi 'sudah, jangan bicara ditelepon, besok saja saya ke sana',” tutur jaksa.

Keesokan harinya, Tommy Sumardi menemui Prasetijo Utomo di kantor. Tommy Sumardi memberikan 50 ribu dolar AS. Sementara itu, data penghapusan red notice digunakan Djoko Tjandra untuk masuk Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Setelah itu, kehebohan mengenai Djoko Tjandra pun muncul hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap berkat kerja sama Polri dan Polisi Diraja Malaysia (PDRM).

Djoko Tjandra ditangkap, Kamis (30/7) dan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo turun langsung membawa Djoko Tjandra dari Malaysia.

Atas perbuatannya Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Diposting 03-11-2020.

Dia dalam berita ini...

Arsul Sani

Anggota DPR-RI 2019-2024
Jawa Tengah 10