DPR tengah berupaya menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Salah satu poin yang menjadi perdebatan dalam rapat tersebut terkait pemberian sanksi bagi peneliti yang melakukan penyimpangan.
“Pemberian sanksi bagi peneliti in masih menjadi pro dan kontra di masyarakat terutama bagi peneliti. Di satu sisi perlu adanya penghargaan kepada hasil penelitian namun di sisi lain juga secara adil harus memberikan sanksi terhadap aktivitas peneliti dan hasil-hasil penelitiannya yang menyimpang,” kata Ketua Pansus RUU Sisdiknas Daryatmo Mardiyanto, di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.
Pansus RUU Sisdiknas, kata dia, masih tengah mengupayakan agar ketentuan sanksi bagi peneliti ini tidak sampai mengganggu semangat para peneliti untuk melahirkan lebih banyak lagi riset yang berdaya guna di masyarakat. Karena itu dia memastikan pengenaan sanksi baik sanksi administratif atau ketentuan pidana bagi peneliti ini mendengarkan masukan semua pihak.
“Kami berusaha untuk memberikan rambu yang sejatinya untuk melindungi peneliti itu sendiri, namun sekaligus mendorong penelitian itu. Dengan kata lain, kami ingin memberikan reward terhadap hasil-hasil penelitian. Tentu saja kalau ada reward harus ada punishment,” jelasnya.
Selain masalah sanksi, Pansus RUU Sisdiknas juga membahas tentang pendanaan dalam penelitian. Menurut dia, dalam undang-undang ini akan diatur ketentuan besaran sumber-sumber pendanaan baik dari APBN, APBD, dan sumber-sumber lain yang dipastikan legal. Khusus pendanaan dari penelitian, kata dia, saat ini ada keinginan di DPR agar pendanaan yang berasal dari negara berkisar antara 2,5 hingga 5 persen dari APBN.
“Kemudian dari abadi riset itu 0,5 persen diambil dari 20 persen anggaran pendidikan dan 10 persen dari APBD,” katanya. Selain itu, kata dia, ada usulan agar badan usaha yang giat melakukan kegiatan-kegiatan riset, diberikan insentif dalam bentuk pengurangan pajak.