Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Komisi XI Nilai Pernyataan Sri Mulyani Menyakitkan

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan (Menkeu) belakangan ini benar-benar jadi sorotan banyak kalangan dari berbagai penjuru.

Lanjut dia, Sri Mulyani yang dianggap sudah tak bisa membantu banyak Presiden Jokowi itu, kini malah dipandang makin “tak sadar diri” dengan kerap melontarkan pernyataan yang tak hanya membuat publik kebingungan tetapi juga makin gerah.

Misalnya saja, beber dia, pada kuliah umum di Kampus STAN, misalnya, bagai tanpa beban, dan seolah-olah tanpa dosa, ia menyebut bahwa satu orang Indonesia menanggung utang negara masing-masing sebesar Rp 13 juta.

"Pernyataan itu tidak elok dilontarkan oleh seorang menteri di tengah-tengah situasi ekonomi yang makin lesu. Apalagi, publik tak suka politik utang yang jor-joran dilakukan selama ini oleh pemerintah. Semua sepakat bahwa utang tidak sehat, dan justru mengancam kestabilan keuangan nasional," tandas eks wakil ketua Komisi VI DPR RI itu di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (26/04/2017).

"Pernyataan bahwa rakyat Indonesia punya utang sebesar Rp13 juta rupiah per kepala, sangat menyakitkan," imbuhnya.

Sebab, sindir dia, rakyat Indonesia merasa memang tak punya utang.

"Kapan, di mana, dan kepada siapa mereka berutang, kan, tak jelas. Itu seperti disambar petir di siang bolong. Tak berutang, tapi tiba-tiba dicap punya utang," geram dia.

Sebagai seorang menteri, Heri mengingatkan, sebaiknya Sri Mulyani memberikan pernyataan yang sejuk dan mampu menentramkan.

Sebab, kata dia, akhir-akhir ini masyarakat sedang tidak nyaman, bahkan marah dengan situasi sosial-ekonomi-politik yang ada sekarang.

"Dalam keadaan yang seperti itu, siapapun dia, lebih-lebih pejabat publik mestinya lebih berhati-hati memberikan pernyataan. Maksud baik saja bisa ditafsir tidak baik, apalagi sebaliknya?," tandas Heri.

Seharusnya, kata dia, sebagai seorang menteri keuangan yang dipundaknya ada harapan agar rakyat untuk optimis untuk perbaikan ekonomi semestinya bicara bagaimana menstabilkan ekonomi, bagaimana memecahkan masalah APBN yang terlilit utang.

Menurutnya, penyataan bahwa jumlah rasio utang Indonesia saat ini sebesar 27 persen dari Gross Domestic Product (GDP) yang sekitar 13.000 Trilyun Rupiah, maka setiap masyarakat Indonesia memiliki sekitar 13 Juta Rupiah perkepala yang tidak begitu membebani rakyat Indonesia "Adalah pesan bahwa tidak ada jalan keluar lain untuk menyelamatkan ekonomi, kecuali berutang," sindir dia.

Tak hanya itu, ungkap Heri, masih lekat dalam ingatan publik tentang Sri Mulyani karena kedekatannya dengan Bank Dunia dan IMF yang disebut-sebut telah menyelamatkan dirinya dari jeratan kasus Mega Korupsi Bank Century yang merugikan negara hampir 6,7 Trilyun Rupiah dan menjadikan dirinya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia pada 2010.

Hal lain yang mengindikasikan kedekatannya dengan Bank Dunia, lanjut dia, adalah pinjaman terhadap proyek PINTAR (Project for Indonesia Tax Administration Reform) sebesar 145 Juta USD.

Di mana 128 Juta USD diperoleh dari pinjaman atau utang dari Bank Dunia, dan 17 Juta USD dari APBN sebagai alokasi dana cadangan, bebernya.

"Namun hingga kini, proyek PINTAR tersebut tidak jelas prosesnya. Kalau Sri Mulyani tidak hati-hati dalam tiap kebijalan dan penyataan, maka ingatan publik akan makin kuat bahwa ia akan di cap sebagai agen neolib, dan itu tidak cocok dengan cita-cita Trisakti, yang di canangkan oleh pemerintah," tegasnya.

Sampai saat ini, kata dia, SMI belum membuktikan hal-hal yang signifikan.

"Satu-satunya inovasi yang dilakukannya adalah memotong anggaran hingga lebih dari 10% hingga banyak proyek di daerah-daerah yang tertunda," sindirnya.

Dalam hal menghadirkan postur APBN yang kredibel, sebagaimana janjinya selama ini, ungkap dia, ada beberapa hal yang belum ia buktikan secara meyakinkan.

Pertama, SMI belum bisa melepaskan pengelolaan fiskal dari utang.

"Saya mencium ada aroma tersebut, dan itu berarti sama saja. Tidak ada inovasi. Kita tahu, bahwa utang tidak menyehatkan. Menempuh jalan berutang adalah ancaman terjadinya guncangan keuangan. Kasarnya, pemerintah gali lobang untuk tutup lobang," tandasnya.

Kedua, SMI belum bisa melepaskan pengelolaan fiskal dari ketergantungan terhadap SBN. Gemuknya SBN memberi ancaman baru.

"Kita tahu, kontribusi SBN terhadap total pembiayaan utang rata-rata mencapai 101,8 persen per tahun. Sedangkan terhadap total pembiayaan anggaran mencapai 103,3 persen per tahun (RAPBN 2017). Kecanduan yang berlebih terhadap SBN tersebut sudah pasti akan meningkatkan risiko fiskal," kata Heri.

Ketiga, SMI masih berkutat dengan pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp221,2 triliun pada tahun 2017.

Artinya, terang dia, telah terjadi kenaikan 15,8 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp191,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 40 persen alokasi belanja non K/L.

"Dengan begitu, maka sepertinya kita tidak bisa berharap banyak untuk pencapaian program pencapaian kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi riil dari cara-cara pengelolaan fiskal seperti itu. Buktinya, uang hanya habis untuk membayar utang yang semakin bertumpuk," ujarnya.

Keempat, belum ada terobosan dan inovasi atas jeratan defisit anggaran yang makin menganga lewat kebijakan fiskal yang kredibel.

"Kita tahu, dalam kurun lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung meningkat," ungkapnya.

Penyebabnya, kata dia, rata-rata realisasi belanja tumbuh di kisaran 5 persen, sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh kisaran 3 persen. Pada APBN 2017, Pemerintah kembali menaikkan defisit anggaran sebesar 12,9 persen menjadi Rp330,2 triliun atau mencapai 2,41 persen PDB.

"Yang paling mengkhwatirkan, dengan melihat realisasi fiskal sepanjang 2016 ini, diperkirakan defisit akan meningkat menjadi 2,7 persen terhadap PDB. Ini adalah tragedi bagi keuangan nasional kita," pungkasnya.

Diposting 19-03-2018.

Dia dalam berita ini...

Heri Gunawan

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat IV