Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Fahri Hamzah usul pembentukan pansus penyadapan

RUU terkait:

Isu: Masalah Penyadapan,

Merdeka, 02-02-2017

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) penyadapan. Rencana ini menyikapi masalah dugaan penyadapan percakapan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua MUI Ma'ruf Amin dilakukan secara ilegal oleh kubu terdakwa Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok).

Menurutnya, pansus ini untuk mengawasi pihak-pihak yang secara legal diperbolehkan melakukan penyadapan dan memiliki alat sadap. Serta memastikan informasi hasil penyadapan intelijen hanya bisa dimanfaatkan oleh Presiden dan penegak hukum.

"Saya mengusulkan DPR membentuk Pansus penyadapan supaya ini tuntas, agar siapa yang megang alat sadap di Republik ini ketahuan. Siapa yang menyadap ketahuan kalau intelijen yang menyadap hanya untuk presiden itu boleh," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/2).

Di era kepemimpinan SBY, Fahri mengaku pernah mengusulkan pemerintah membuat aturan soal penyadapan. Peraturan Pemerintah (PP) soal penyadapan itu akhirnya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh organisasi non pemerintah.

Akhirnya pemerintah kalah di persidangan. Mereka menilai penyadapan harus diatur dalam produk hukum sevel undang-undang bukan Peraturan Pemerintah (PP).

"Yaitu mengajukan PP tentang penyadapan lalu PP itu dijudicial review oleh NGO dan keluar lah keputusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan bahwa penyadapan tidak boleh diatur oleh ketentuan di bawah undang-undang iya harus dibuat ketentuannya itu selevel undang-undang," jelasnya.

Usulan untuk keluarnya PP Penyadapan itu melihat berkembangnya teknologi sadap berbasis aplikasi. Teknologi ini banyak disalahgunakan untuk memata-matai pihak tertentu demi kepentingan pribadi.

"Karena penyalahgunaan yaitu sudah sangat darurat dan saya kira dilakukan tidak hanya karena berkembangnya teknologi informasi di mana cara dan metode penyadapan itu semakin dahsyat," jelas dia.

Untuk tudingan SBY kepada kubu Ahok, Fahri menduga ada dua kemungkinan praktik penyadapan. Pertama, pemanfaatan institusi intelijen untuk melakukan penyadapan resmi. Kemudian, adanya lembaga atau perusahaan komunikasi yang menjual alat sadap kepada kubu Ahok.

"Yang dilakukan oleh Ahok atau tim pengacaranya adalah kalau betul kemungkinan ada dua. Yang pertama adalah membeli atau menggunakan institusi penyadapan resmi yang diberikan kewenangan penyadapan oleh pemerintah atau undang-undang," ujarnya.

"Atau ada lembaga lain lembaga penjual komunikasi elit itu sudah biasa alat penyadap dijual secara bebas di mana-mana. Kemungkinan juga ini ada perusahaan yang membeli alat sadap yang berada di luar negeri lalu menjualnya kepada pihak lokal yang memerlukannya," tambah Fahri.

Dijelaskan Fahri, di seluruh negara demokrasi, penyadapan hanya boleh dilakukan oleh dua lembaga yakni lembaga intelijen dan diperbolehkan menyadap siapa pun untuk kepentingan negara.

"Di seluruh negara demokrasi penyadapan itu hanya boleh dilakukan oleh dua pihak yaitu satu pihak ini yang legal ya adalah pencuri resmi tetapi tidak boleh ketahuan. Ini namanya lembaga intelejen dia boleh nyadap siapapun," tegasnya.

Kedua, kata dia, penyadapan melalui mekanisme pengadilan. Proses penyadapan harus dilakukan atas izin hakim dan tidak diperbolehkan menyadap secara perseorangan.

"Ini menyadap demi hukum. Di seluruh dunia yang namanya ya tetap demi hukum itu mesti izin dari hakim. Tidak ada orang yang nyadap itu sendiri. Tidak bisa karena alat sadap yang bisa digunakan di depan pengadilan menyadap itu harus ada komite-komite penyadapan," katanya.

"Setelah dapat mesti izin nya mana yang boleh dibuka mana yang tidak boleh dibuka. Saya termasuk di dalam keadaan seperti ini yang dalam keadaan darurat penyadapan ini," beber Fahri.

Dia menyayangkan revisi UU ITE di kepemimpinan Joko Widodo belum memasukkan klausul soal penyadapan ini. Padahal, di sejumlah negara penyadapan secara ilegal merupakan tindakan melawan hukum dan termasuk dalam pelanggaran HAM berat. 

"Nah akhirnya sampai kepada revisi undang-undang ITE di masa pak Jokowi tahun lalu sampai sekarang ketentuan soal penyadapan belum ada. Ini adalah sumber kekacauan di dalam penyadapan gimana penyadapan dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting," tutupnya. 

Diposting 24-05-2017.

Dia dalam berita ini...

Fahri Hamzah

Anggota DPR-RI 2014
Nusa Tenggara Barat