Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Liku-Liku Ngototnya DPR Revisi UU Pilkada

sumber berita , 21-05-2015

Sejumlah fraksi di DPR RI tetap kukuh ingin merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) meskipun Presiden Joko Widodo mengisyaratkan menolak usulan badan legislatif tersebut.

 

Keinginan kuat merevisi UU Pilkada tersebut agar dapat mengakomodasi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengikuti pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015.

 

Sejumlah fraksi lainnya menolak rencana revisi karena menilai belum ada urgensinya dan hanya nempertimbangkan kelompok tertentu.

 

Sementara itu "argo" tahapan pilkada serentak yang akan diselenggarakan di 259 daerah, 9 Desember mendatang, terus berjalan. Apakah hal ini dapat menimbulkan ketegangan baru di DPR RI?

 

Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman mengatakan bahwa sikap Pemerintah menerima atau menolak usulan revisi UU Pilkada seharusnya disampaikan dalam rapat di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

 

"Nanti Baleg dan Pemerintah akan musyawarah membicarakan hal tersebut, menerima atau tidak. Forumnya di rapat Baleg," kata Rambe Kamarulzaman di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (20/5).

 

Politikus Partai Golkar ini menegaskan, "Jika sejumlah fraksi di DPR menolak rencana revisi UU Pilkada, usulan revisi UU tersebut dapat dilakukan melalui usulan perorangan anggota DPR RI atau melalui voting." Itu artinya, Fraksi Partai Golkar berkukuh agar UU Pilkada yang baru saja direvisi pada tahun 2015 direvisi lagi.

 

Peta politik fraksi-fraksi di DPR RI berafiliasi pada dua kekuatan, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang jumlahnya secara perorangan lebih banyak KMP.

 

Rambe menegaskan bahwa pada revisi UU Pilkada itu hanya penambahan pasal atau ayat yang dapat mengakomodasi seluruh partai politik di parlemen agar dapat mengikuti pilkada.

 

"Tidak meluas ke mana-mana," katanya.

 

Menurut Rambe, jika Pemerintah menolak revisi UU Pilkada serta Partai Golkar dan PPP sampai absen dari pilkada serentak 2015, hal itu dapat memicu potensi konflik di daerah karena jumlah pemilih kedua partai tersebut pada pemilu anggota legislatif 2015 mencapai 25 juta pemilih.

 

Sebelumnya, pimpinan DPR RI mengonsultasikan rencana DPR RI untuk merevisi UU Pilkada guna mengakomodasi partai politik yang sedang konflik, yakni Partai Golkar dan PPP, agar dapat mengikuti pilkada.

 

Pimpinan DPR RI mengonsultasikan hal itu kepada Presiden RI Joko Widodo pada pertemuan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara yang bertempat di Istana, Jakarta, Senin (18/5).

 

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan bahwa pada pertemuan tersebut Presiden Joko Widodo secara implisit menolak rencana DPR RI untuk revisi secara terbatas UU Pilkada.

 

"Secara implisit Pak Jokowi menolak," kata Taufik di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (18/5).

 

Menurut Taufik, penolakan tersebut terlihat dari adanya permintaan Presiden Joko Widodo kepada DPR RI untuk mempertimbangkan kembali rencana revisi tersebut.

 

"Dewan Perwakilan Rakyat mengharapkan adanya 'green light', tetapi Presiden meminta DPR untuk mempertimbangkan ulang," katanya.

 

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdjiatno mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menolak wacana revisi UU Pilkada tersebut.

 

Menurut Tedjo, UU Pilkada tersebut sama sekali belum digunakan sehingga akan tetap menggunakan UU No. 8/2015.

 

Usulan revisi UU Pilkada ini muncul setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyetujui Peraturan KPU mengenai partai politik yang bersengketa.

 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan syarat bahwa parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

 

Pada rapat konsultasi antara pimpinan DPR RI, pimpinan Komisi II DPR RI, KPU, dan Kementerian Dalam Negeri di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (4/5), DPR RI meminta KPU menetapkan syarat keputusan pengadilan terakhir sebagai syarat untuk mengikuti pilkada, yakni mendaftarkan bakal calon kepala daerah sebelum batas akhir pendaftaran pada tanggal 26 Juli 2015.

 

Namun, KPU menolak permintaan tersebut karena menilai tidak ada landasan hukum yang mengatur hal itu.

 

Sejumlah fraksi di DPR RI kemudian berupaya merevisi UU Partai Politik dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.

 

Peta di DPR Bagaimana peta sikap fraksi-fraksi di DPR RI setelah adanya rapat konsultasi antara pimpinan DPR RI dan Presiden Joko Widodo di Istana, Senin (18/5).

 

Pimpinan Komisi II DPR RI tampaknya akan menempuh langkah menyerahkan kepada anggota DPR RI secara perorangan di Komisi II.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria dari Fraksi Partai Gerindra menyebutkan ada sejumlah anggota Komisi II yang sudah menandatangani usul inisiatif revisi UU Pilkada, yakni dari Fraksi Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP.

 

Anggota dari fraksi-fraksi yang disebut Ahmad Riza Patria adalah anggota fraksi dari partai politik yang bergabung dalam KMP, sedangkan anggota dari Fraksi Partai Demokrat masih mempelajari persoalan dan belum mengambil sikap.

 

Anggota Fraksi PPP yang dimaksud Ahmad Riza Patria sudah menandatangani usul inisiatif tersebut, tentunya dari PPP hasil Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz.

 

Bagaimana dengan anggota Komisi II DPR RI dari partai politik yang tergabung dalam KIH? Anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan bahwa semua anggota Fraksi PDI Perjuangan bersikap solid mengikuti arahan fraksi, yakni menolak usulan revisi UU Pilkada.

 

Menurut dia, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, NasDem, Hanura, dan dari PPP hasil Mukmatar Surabaya juga solid menolak.

 

"Koalisi Indonesia Hebat solid menolak," katanya.

 

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat, menurut Arif, anggota fraksinya di Komisi II DPR masih mempelajari persoalan.

 

Namun, dia memperkirakan anggota Fraksi Partai Demokrat ada yang menolak dan ada yang menyutujui.

 

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan, "UU Pilkada baru saja direvisi dan belum digunakan, kenapa akan direvisi lagi? Belum ada hal urgensi untuk merevisi lagi UU Pilkada." Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi itu, jika DPR RI gampang mengubah undang-undang yang belum pernah digunakan, dapat menghambat agenda penting lainnya di DPR.

 

Menurut dia, jika ada persoalan lain agar mencari solusi lain yang terbaik.

 

"Jika suatu UU belum digunakan terus direvisi lagi, dapat mengganggu kredibilitas DPR. Hal ini harus menjadi kesadaran bersama," katanya, Senin (18/5).

 

Meskipun, Presiden Joko Widodo menolak secara implisit dengan meminta DPR RI untuk mempertimbangkan kembali rencana revisi UU Pilkada, pimpinan DPR RI masih menunggu sikap resmi dari Pemerintah.

 

Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan bahwa pimpinan DPR RI masih menunggu jawaban resmi dari Presiden Joko Widodo.

 

Menurut Novanto, pada rapat konsultasi Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa akan mempertimbangkan. Oleh karena itu, pimpinan DPR masih menunggu keputusannya.

 

"Kami masih menunggu. Apa pun keputusan Pemerintah akan jadi perhatian DPR," kata Novanto di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (20/5).

Diposting 21-05-2015.

Mereka dalam berita ini...

Taufik Kurniawan

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Tengah VII

Ahmad Riza Patria

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat III

Arif Wibowo

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Timur IV

Setya Novanto

Anggota DPR-RI 2014
Nusa Tenggara Timur II

Saan Mustopa

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat VII