Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Perlu Aturan Teknis Terkait PP Kebiri Kimia Bagi Predator Seksual Anak

Kebijakan pemerintah untuk menerapkan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, secara resmi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Aturan baru ini ditandatangani dan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020 lalu.

Merespon hal tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai langkah tersebut sebagai niatan baik pemerintah untuk mengurangi tingkat kekerasan terhadap anak yang semakin meningkat. Hadirnya PP tersebut dapat meningkatkan perlindungan terhadap anak dan sebagai shocking therapy yang diharap dapat memberi efek jera bagi predator kekerasan seksual terhadap anak.

"PP Kebiri Kimia ini kan tidak mencantumkan aturan secara teknis, inilah yang perlu ada referensi medis bagaimana nantinya hukuman itu dijalankan. Nah ini yang harus ada koordinasi dalam kerangka eksekusi PP 70/2020 tersebut. Ini yang ditunggu masyarakat karena aturan ini menjadi sebuah niatan baik pemerintah dalam memerangi tingkat kekerasan seksual terhadap anak," kata Diah saat ditemui disela rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/1/2021).

Catatan terkait aturan teknis, lanjut Diah, sangat penting dan ditunggu-tunggu oleh publik. PP Kebiri harus punya kedudukan yang jelas dalam hukum mengenai bagaimana aturan tersebut nantinya dijalankan. Sejauh ini, banyak masukan yang diserapnya bahwa publik yang banyak mempertanyakan mulai dari bagaimana pola penerapannya, apakah nantinya semua orang mendapat perlakuan sama, dan siapa yang akan memberikan obat tersebut apakah dari penegak hukum atau dari tim medis. "Ini yang belum tercantum dalam PP, ini yang masih ditunggu," lanjutnya.

Mengutip pernyataan Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, aturan tersebut disebut-sebut masih bersifat kontroversial. Bahkan, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih sempat menyatakan pihaknya menolak untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri, sebab dianggapnya bertentangan dengan sumpah, etika, dan disiplin kedokteran yang belaku. Terkait kontroversi, Diah menganggap itu sebagai hal biasa.

"Memang itu ranah kebijakan, selalu ada yang setuju dan tidak setuju. Tinggal bagaimana tantangannya itu bisa dilakukan sebagai sebuah kebijakan atau bagaimana melakukannya. Sebagai kebijakan yang kontroversial, itu Bu Menteri juga mengatakannya, bahwa ada kalangan yang setuju dan tidak setuju," ungkap Politisi Partai PDI-Perjuangan itu.

Permasalahan kekerasan seksual sebenarnya sudah terdapat dalam UU KDRT. Namun seberapa jauh hukuman tersebut bisa dijalankan, menurut Diah, harus memperhatikan problem kultural yang ada di masyarakat. "Misalnya masih banyak kasus yang tidak berani dilaporkan ketika terjadi kekerasan dalam dalam keluarga, tidak sedikt yang tidak berani melaporkan anggota keluarganya karena tidak tega. Untuk itu selain dikeluarkannya produk hukum, juga perlu ada upaya hukum," jelasnya.

Tantangan tersebut memerlukan pendekatan khusus dari pemerintah. Diah menekankan bahwa tidak cukup jika pendekatan yang dilakukan sifatnya hanya normatif, dengan hanya menerbitkan sebuah kebijakan saja. Disisi lain, PP Kebiri Kimia dianggap sejalan senafas dengan upaya menekan kekerasan seksual yang nantinya akan segera diatur dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Itu sama-sama upaya memerangi kekerasan seksual, tapi RUU PKS tidak sampai mencantumkan ranah teknis seperti Perppu Kebiri ini karena ini ranahnya berada di UU Perlindungan Anak, jadi tipikalnya khas untuk pelaku kekerasan terhadap anak. Tapi ini nanti akan di-exercise dalam penyusunan RUU PKS. Sinkronisasi dari berbagai produk undang-undang lain, termasuk KUHP, TPPO, KDRT, dan Perlindungan Anak," pungkasnya.

Sebagai informasi, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI. "Tinggal menunggu masuk masuk penjadwalan di Baleg DPR, tapi karena sudah masuk Prolegnas Prioritas, paling lambat satu tahun ini sudah kembali dibahas karena itu kan satu tahunan ya," tutup Diah.

Diposting 14-01-2021.

Dia dalam berita ini...

Diah Pitaloka

Anggota DPR-RI 2019-2024
Jawa Barat 3